Agak ngantuk bangun tidur di pagi ini. Badan pegal dan rasanya males buat bangkit dari tempat tidur. Tapi mau nggak mau gue tetap harus bangun demi mengerjakan hal-hal rutin yang gue lakukan setiap pagi. Menyiapkan sarapan suami.
Ya, itu baru sedikit pengalaman gue yang sekarang udah menyandang status baru sebagai seorang istri sejak 23 Juni 2013. Walau masih seumur jagung usia pernikahan gue, tapi udah banyak hal yang berubah. Dulu sebelum merit, gue bukan tipe morning person yang rajin bangun pagi. Kalau toh bangun, gue nggak perlu ribet menyiapkan sarapan karena semua udah tersedia. Gue tinggal mandi dan siap-siap berangkat kantor, dan sarapan kalau memang gue mood. Sama halnya di sore hari sepulang kantor, gue bisa punya banyak waktu istirahat dan untuk diri gue sendiri. Makan malam udah siap di meja dan bisa gue lahap kapan aja kalau gue laper. Gue cuma bantu mengerjakan pekerjaan rumah ringan, kayak menyapu, mencuci piring, dan kadang mencuci baju seragam gue sendiri. Selebihnya, semua udah ada yang mengerjakan.
Sekarang? Nah, itulah yang gue bilang tadi walau menikah belum lama, tapi udah banyak perubahan yang gue rasakan. Sekarang, gue harus selalu bangun pagi, (terburu-buru) masak untuk sarapan suami, menyeduh kopi atau teh untuk minuman pagi hari suami, mencuci piring-pring kotor semalam, dan menyapu lantai dalam rumah dan teras. Biasanya saat itu suami udah bangun atau baru mau mandi. Kadang kita sarapan bersama di meja makan, kadang juga nggak. Semua karena tugas dan waktu yang selalu meneror di pagi hari.
Sorenya sepulang kantor, gue harus cek apa sarapan pagi tadi masih cukup untuk makan malam atau nggak. Nasi di magic jar masih ada atau nggak. Lantai teras kotor atau nggak. Ada cucian piring yang numpuk atau nggak. Semua harus udah selesai sebelum suami pulang kantor, yang biasanya menjelang atau selepas magrib. Saat suami udah di rumah, gue harus tetap pastikan dia mau makan malam yang sama dengan sarapan atau nggak. Dia perlu dipijat atau nggak. Dia butuh kopi, teh, atau lainnya. Dan semua belum berakhir. Biasanya malam hari sebelum tidur, gue harus menyiapkan bahan-bahan apa yang bakal gue masak untuk sarapan. Misalnya aja sayuran apa yang diperlukan, bawang yang harus dirajang, atau cabe yang harus dipotong. Semua gue simpan di kulkas dan siap dimasak besok pagi. Ini gue lakukan biar besok gue bisa menghemat waktu masak, walau kenyataannya kadang masih suka terburu-buru. Setelah memastikan semua beres, gue akan menuju kasur, melihat suami yang biasanya masih menonton TV di kamar, dan kadang gue bakal ketiduran duluan padahal acara TV masih lanjut.
Cerita itu bakal berlanjut lagi keesokan paginya dan paginya lagi. Dan mungkin bakal bertambah rumit kalau nanti gue udah punya anak.
Hei, ternyata menjadi seorang istri nggak semudah yang kita pikirin! Memang nggak mudah. Tapi bukan berarti nggak mungkin buat dilakukan. Dan gue bersyukur, gue menikmati semua proses ini. Proses menjadi seorang istri yang baik. Gue masih belajar dan akan terus belajar untuk itu.
Dari apa yang gue alami, pagi ini gue tiba-tiba kepikiran guyonan yang udah lama gue tau. Katanya tugas istri itu cuma terdiri dari tiga hal: dapur, sumur, dan kasur. Is it true?
Gue seorang Sarjana Ilmu Komunikasi dan Lulusan Terbaik I se-Universitas Lampung untuk Program S1 di Periode Wisuda Juni 2010. Saat ini gue bekerja di salah satu perusahaan importir dari Malaysia yang bergerak di bidang penjualan alat-alat berat dan fitting. Gue adalah perempuan yang memiliki gelar pendidikan dan sebuah pekerjaan tetap. Gue bersyukur atas pencapaian itu. Gue masih punya mimpi suatu saat gue bakal lebih sukses dari apa yang gue dapetin sekarang. Gue pengen mengisi banyak pundi-pundi tabungan gue. Gue pengen punya usaha sendiri. Gue pengen jadi bos di perusahaan gue sendiri. Gue pengen punya kerajaan yang walaupun kecil tapi guelah rajanya, dan bukannya cuma jadi prajurit di kerajaan yang besar. Klise. Tapi semua orang yang nggak munafik pasti pengen semua itu.
Ya, itulah gue dan mimpi gue sebagai seorang perempuan yang sukses. Tapi gue bakal terdiam tiap kali dihadapkan pada suami gue di rumah. Gue adalah seorang istri sekarang, dan gue harus sadar fakta itu. Sehebat apapun kita, sebesar apapun mimpi kita, selalu ada kekhawatiran yang dirasakan seorang istri: sudahkah dia memuaskan dalam melayani suaminya? Ya, di luar sana kita boleh hebat, mimpi kita boleh tinggi. Tapi istri tetaplah seorang istri, yang memiliki sederet tugas dan kewajiban di rumah: dapur, sumur, dan kasur. So, is it true?
Gue sebagai seorang perempuan dan (sekarang) sebagai istri, merasa sensitif mendengar istilah "3 -ur" itu. Serendah itukah martabat seorang perempuan di mata laki-laki? Gender, sampai kapan pun nggak bakal habis dibahas masalah yang satu ini. Sedikit mengulas, sebagai syarat kelulusan sarjana gue dulu, gue menyusun skripsi yang judulnya "Analisis Isi Film "Perempuan Punya Cerita" dalam Perspektif Gender". See? Se-sensitif itulah gue sebenarnya kalau udah bicara soal gender. Gara-gara gender juga, gue bahkan 'disidang' lebih dulu sama dosen pembimbing gue bahkan jauh sebelum sidang akhir gue. Gue harus bisa mempertahankan judul ini kalau gue mau lulus. Banyak pertanyaan 'membunuh' yang diajukan ke gue. Menurut beliau gender hanya istilah. Kodrat adalah kodrat. Laki-laki memiliki porsinya sendiri dalam kehidupan, dan perempuan semestinya ikhlas menerima porsinya. Gender hanyalah sebuah protes dari yang katanya penyetaraan status. Gender adalah sebuah kata yang masih belum bisa diterima oleh beliau. And you know what? Dosen gue itu adalah seorang laki-laki. Inilah yang akhirnya mendorong gue mati-matian bukan hanya demi kelulusan, tapi juga demi pembuktian kalau gender bagi seorang perempuan memang patut diperjuangkan. And yes, alhamdulillah perjuangan berbuah manis. Gue pun diluluskan dengan nilai A.
Peran ganda seorang perempuan. Itu adalah salah satu yang gue bahas dalam skripsi gue. Seorang perempuan yang bekerja di luar tetap harus melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu di rumah. Dan ya, lagi-lagi tugasnya cuma tiga: dapur, sumur, dan kasur. Perempuan hanya ingin mengeksplorasi kemampuan dirinya dan itu bukan berarti meninggalkan kodratnya. Ya, perempuan telah menerima porsinya dengan ikhlas. Termasuk gue.
Alangkah beruntungnya para istri yang memiliki suami yang mau dan mampu berbagi tugas rumah tangga. Nyokap gue adalah salah satu istri yang beruntung itu. Bokap mematahkan anggapan kalau laki-laki haram hukumnya masuk ke dapur karena itu bisa menurunkan gengsi dan harga dirinya. Bokap dengan luwesnya mau dan mampu mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga. Dan nyokap nggak menyuruh untuk itu. Semua atas kemauan bokap sendiri. Jangan salah, laki-laki yang rela tulus dan ikhlas meringankan pekerjaan istri di rumah adalah tipe suami idaman. Seenggaknya ini menurut gue. Bokap juga tetap mengizinkan nyokap gue untuk bekerja di luar, meskipun mungkin gajinya dulu (sekarang bokap udah pensiun) sebagai seorang karyawan BUMN bisa dibilang cukup untuk keperluan hidup istri dan anak-anaknya. Apa yang dilakukan bokap adalah contoh nyata buat anak-anaknya bahwa laki-laki dan perempuan itu sesungguhnya sama. Bisa melakukan pekerjaan yang sama, memberi serta menerima porsi yang sama, dan nggak ada istilah gengsi untuk itu.
Jadi, sekali lagi, dapur, sumur, dan kasur... benarkah hanya tugas seorang perempuan, seorang istri, seorang ibu? Atau mungkin seorang laki-laki, seorang suami, seorang ayah juga memiliki tugas yang sama? Tapi seenggaknya bagi gue sekarang, menjalani hidup dan tugas sebagai seorang istri adalah sesuatu yang menyenangkan sekaligus memberikan ladang pahala yang luas. Gue bisa makin disayang dan insyaallah memuliakan diri gue sendiri di mata suami, keluarga, dan agama. Hanya saja menurut gue, dapur, sumur, dan kasur adalah hal yang juga menyenangkan untuk semestinya dilakukan bersama oleh para istri dan suami mereka. Pernikahan bukan hanya tentang kekuasaan suami di ranah domestik dan istri sebagai 'sapi perah'. Hei, para suami, jadikanlah istri sebagai partner dalam pernikahan, saling menyayangi dan melindungi sehidup-semati! :D
Dan untuk suami gue, dia belajar sedikit demi sedikit dari bokap gue. Thanks God. Semoga dia bisa lebih rajin lagi bantu istrinya ini di rumah, ya? Still love you, Pi! :-*